Minggu, 29 April 2018

Kuala Sukamakmur

Kuala Sukamakmur


Kuala Sukamakmur itulah nama Kecamatan dimana aku mengabdi sebagai seorang Abdi Negara, Kecamatan ini berada di salah satu Kabupaten termuda di Propinsi Kalimantan Barat, meskipun nama Kecamatan ini bermakna positif, kalian akan merasakan bahwa Kecamatan ini sulit untuk maju.

Ibukota Kecamatan ini berada di Desa Udang Galah, lantas mengapa aku bisa mengatakan bahwa Kecamatan ini sulit untuk berkembang ?

Akses menuju Kecamatan ini memang bisa dikatakan mudah namun sulit, mudah karena bisa dilalui dengan jalan darat, sulit karena untuk menuju Kecamatan ini memakan waktu sekitar dua jam belum lagi jalan untuk menuju Kecamatan ini sangat hancur. Hal ini disebabkan satu-satunya jalan menuju Kecamatan dari Ibukota Provinsi Kalimantan Barat bisa dilalui oleh Truk besar yang bermuatan kopra dan kelapa.

Entah sampai kapan pemerintah provinsi sadar

***

Di sisi lain aku sering menemukan beberapa fakta ganjil di Kecamatan ini, salah satunya adalah seseorang yang hanya tamatan SD  bisa menjadi guru SLTA. Selain itu, di Desa Udang Galah di pimpin oleh Kades yang pernah mengatakan  bahwa ia akan mengundurkan diri sebagai Kepala Desa beberapa hari setelah pemilihan Kepala Desa, namun kenyataan yang terjadi adalah beliau tetap dilantik menjadi Kepala Desa.

Akses Internet bisa dibilang lamban, Listrik sering padam. Hal ini tentu menghambat kinerjaku yang tak pernah jauh dari Dunia Teknologi. Ya, aku bekerja sebagai Pengelola Sistem Informasi di Kantor Kecamatan.

Namaku adalah Joko Narimo, kalian bisa memanggilku dengan nama Joko, latar belakang pendidikanku adalah S1 Sistem Informasi, sehingga jika lebih lengkap lagi namaku adalah Joko Narimo S.Kom.

Aku belum menikah, walaupun usiaku saat ini sudah memasuki kepala tiga. Setidaknya ada sebuah alasan mengapa saat ini aku masih memilih untuk hidup secara mandiri, salah satunya adalah belum menemukan sosok wanita yang tepat.

Tapi biarlah aku masih belum memfokuskan diri untuk mencari sosok wanita sebagai pendamping hidupku. Seiring berjalannya waktu cepat atau lambat hal itu akan terwujud.

***

Ada sebuah pertanyaan yang tersimpan di benakku hingga saat ini, salah satunya mengapa pemerintah masih menerima sarjana pendidikan yang tidak bertanggung jawab. Maksudnya adalah di Kecamatan ini sebenarnya banyak terdapat guru Pegawai Negeri Sipil yang tidak pernah mengajar.

Mereka masih berkeliaran di kota, namun disisi lain mereka masih menerima gaji dan beberapa tunjangan dari pemerintah.

Aku tahu bahwasanya keadaan desa sangat berbeda dengan kota, di desa jalannya masih hancur, Hiburan memang sulit karena tidak ada Mall besar, tidak ada pula fast food  seperti Kentucky Fried Chicken, tidak ada bioskop bahkan karaoke.

Jika kondisi seperti ini, wajar saja perkembangan pendidikan di Indonesia tidak akan pernah mengalami kemajuan yang berarti. Andaikata mereka merantau ke kota, niscaya mereka akan menjadi sampah di perkotaan atau kuman masyarakat yang seharusnya di basmi.

Kebodohan tentu saja akan semakin merajalela, pertanyaannya apakah hal ini akan berlangsung selamanya ? Tentu tidak, sebab ada sebuah peristiwa yang mengubah persepsiku tentang masyarakat di pedesaan, tepatnya ketika tiga orang siswi SMK yang magang di kantorku.

***

Mereka sebenarnya berasal dari SMK jurusan Ilmu Komputer namun anehnya, mereka masih belum bisa membuat Email, justru akulah yang mengajarkan bagaimana cara membuat Email kepada mereka.

Tak hanya itu, aku juga mengajarkan bagaimana cara membuat blog kepada mereka. Sebenarnya aku cukup miris melihat keadaan yang terjadi, tapi aku ikhlas memberikan apa yang dipelajari oleh masyarakat di perkotaan kepada mereka.

Seandainya posisiku adalah KASI atau Jabatan Fungsional di berikan kepadaku, maka aku akan memberikan sebuah pelatihan langsung penulisan blog kepada para pelajar di Kecamatan.  Aku tak ingin memberikan secara total kehidupan masyarakat di perkotaan yang saat ini sudah rusak moralnya akibat pengaruh dari budaya barat, di perdesaan justru local wisdom yang unik masih bisa kutemukan, seperti berbelanja diatas sampan, sampan sebagai alat transportasi, alam yang masih segar bahkan untuk sayuran kurasa sayuran yang mereka miliki masih segar dan tidak terkontaminasi dengan zat-zat kimia yang berbahaya.

  Aku ingin mengajarkan penulisan blog secara sederhana kepada tiga orang siswi yang saat ini magang di kantorku, dan kurasa tak perlulah kuajarkan teknik yang susah seperti bagaimana cara penulisan yang sesuai dengan Search Engine Optimizer agar tulisan mereka tampil di halaman pertama pencarian Google,

Setidaknya untuk saat ini membangkitkan jiwa kepenulisan kepada mereka lebih penting daripada tekhnik yang lain.

***

Pada suatu hari secara tanpa sengaja aku melihat sebuah status Facebook yang ditulis oleh Linda salah seorang siswi, status ini berisikan puisi cinta, bagiku puisi ini cukup indah dan membuatku terpesona.

Kudatangi dia lalu kukatakan kepadanya

“Puisimu indah, Lin ! Sepertinya, kamu memiliki bakat untuk menjadi seorang penulis”

Linda tersipu malu melihatku, seraya berkata “Abang, bisa aja”

 “Abang, serius kamu ada bakat untuk menulis puisi. Ini bukan puisi sembarangan loh. Ngomong-ngomong, abang punya teman dia berasal dari Desa Tanjung Belidak. Ya, dia orang Kuala Sukamakmur. Dan abang punya bukunya, sebab kemarin kami bertemu di acara seminar, kamu mau baca ?”

“Boleh, Bang”

Kubuka tas ranselku lalu kukeluarkan sebuah buku kepadanya “Ini bukunya ! buku ini buatmu, jangan pantang menyerah untuk mencoba. Jika kamu tertarik abang bisa memberikan nomor Whatsapp nya”

“Terima kasih bang” Linda tersenyum kepadaku.

***

Keesokan harinya, seperti biasa aku pergi ke warung Mak Ida untuk sarapan. Masyarakat di Desa Udang Galah sering makan diwarung miliknya. Sebab harga yang ditawarkan cukup murah. Selain itu Mak Ida sering memberikan sedekah berupa panganan yang dijualnya.

“Besok adik Mak Ida datang, Jok.” Ujar Mak Ida kepadaku secara tiba-tiba

“Maksud Mak Ida ?”

“Adik Mak Ida, dia saat ini menjabat sebagai Dekan di Fakultas Tekhnik UNTAN” Mak Ida berusaha menerangkan kepadaku secara panjang lebar.

“Dekan !” aku terkejut

“Kok, kamu terkejut ? Ya, Adik Mak Ida bisa tiga bahasa Inggris, Jerman dan Jepang. Anak-anaknya saat ini masih tinggal di Jerman sebab istri adik Mak Ida orang Jerman.”

Sungguh aku masih belum percaya dengan ucapan Mak Ida, sebab aku kenal betul dengan Dekan tersebut. Beliau adalah teman komunitas bahasa Inggrisku sewaktu di kota. Tanpa panjang lebar, ku telepon Pak Abdul –nama adik Mak Ida—apakah beliau kenal dengan Mak Ida yang tinggal di Kecamatan Sukamakmur.

Hasilnya, positif.  Pak Abdul adalah adik kandung Mak Ida, dia meninggalkan Desa sewaktu usianya masih lima belas tahun. Karena dia ingin berkembang di kota. Tak hanya itu dia juga memiliki teman mainnya sewaktu kecil yang pernah bekerja sebagai Pasukan Pengaman Presiden.

Sulit kupercaya, bahwa di daerah seperti ini masih terdapat masyarakt yang memiliki semangat untuk belajar dan maju.  Aku pun bertanya dalam hati terhadap para guru yang berasal dari kota dan mendapat tugas disini namun mereka tidak pernah mengajar.

Tidakkah mereka sadar bahwasanya ketika seorang remaja yang berasal dari desa pergi ke kota untuk menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi maka mereka akan menjadi sebuah emas yang berharga ? Index Prestasi Kumulatif mereka mengalahkan orang dari kota.

Apakah mereka tidak sadar bahwasanya desa merupakan tempat dimana kita bisa menemukan generasi unggulan yang bisa membawa harum nama provinsi ?

***


EmoticonEmoticon